1. Indikator kemiskinan
a. Versi Bank Dunia
Kemiskinan diukur secara ekonomi berdasarkan penghasilan yang diperoleh maksimal
US$ 2 per hari
b. Versi International Labour Organization (ILO)
Orang miskin
di pedesaan jika pendapatan maksimal US$ 0,8 per hari
c. Versi BKKBN
a. Tidak dapat menjalankan ibadah menurut agamanya
b. Seluruh keluarga tidak mampu makan dua kali sehari
c. Seluruh anggota keluarga tidak mempunyai pakaian
berbeda untuk di rumah bekerja, sekolah
dan berpergian
d. Bagian terluas rumahnya terdiri atas tanah
e. Tidak mampu membawa keluarga jika sakit ke sarana
kesehatan
d. Versi Dinas Kesehatan
a. Menambahkan kriteria tingkat akses pelayanan kesehatan
pemerintah
b. Ada anggota keluarga yang putus sekolah atau tidak
c. Frekuensi makan makanan pokok per hari kurang dari dua
kali
d. Kepala keluarga mengalami pemutusan hubungan kerja
atau tidak
e. Versi BPS
Mendefinisikan
miskin berdasarkan tingkat konsumsi makanan kurang dari 2.100 kalori per-hari
dan kebutuhan minimal non makanan (sandang, papan, kesehatan, dan
pendidikan). Secara ekonomi, BPS menetapkan penghasilan Rp. 175.324,-
per-bulan sebagai batas miskin perkotaan dan Rp. 131.256,- di pedesaan
2. Indikator kesenjangan (pendekatan axiomatic)
KoefisienGini
adalah metode yang paling sering digunakan untuk menghitung kesenjangan
pendapatan. Nilai koefisien gini berada pada selang 0-1.
Bila
0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan)
Bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan
Bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan
Semakin
tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1, semakin besar tingkat
ketidakmerataan distribusi pendapatan
DAFTAR PUSTAKA
Azalea, Puput. 2014. Model Pengukuran dan Indikator Kemiskinan. Diakses pada 22 April 2015, pada https://www.academia.edu/8222267/MODEL_PENGUKURAN_DAN_INDIKATOR_KEMISKINAN
No comments:
Post a Comment