1. Latar Belakang
Dalam kehidupan bernegara terdapat berbagai norma yang mengatur
kehidupan agar terjadi keseimbangan dan keteraturan hidup. Ketika salah satu
norma tersebut tidak dijalankan dengan benar maka akan berpotensi terjadinya
hal yang tidak diinginkan. Ada beberapa norma yang tertulis, salah satunya
adalah norma hukum.
2. Pengertian
Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik
Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual
Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa
Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan
untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793
mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud
dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian
isinya. Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak,
Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki,
dialihkan, dibeli, maupun dijual.
Terdapat 3 jenis benda yang dapat dijadikan kekayaan atau hak
milik, yaitu:
·
Benda bergerak, seperti emas, perak, kopi, teh, alat-alat
elektronik, peralatan komunikasi, dan informasi dan sebagainya
·
Benda tidak bergerak, seperti tanah, rumah, pabrik
·
Benda tidak berwujud, seperti paten, merek, dan hak cipta
3. Prinsip-Prinsip Hak Kekayaan Intelektual
·
Prinsip Ekonomi
Prinsip ekonomi merupakan hak intelektual berasal dari kegiatan
kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai
bentuk yang akan memeberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan
·
Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan merupakan di dalam menciptakan sebuah karya atau
orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemiliknya
·
Prinsip Kebudayaan
Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia
·
Prinsip Sosial
Prinsip sosial (mengatur kepentingan manusia sebagai warga
negara), artinya hak yang diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada individu
merupakan satu kesatuan sehingga perlindungan diberikan bedasarkan keseimbangan
kepentingan individu dan masyarakat
Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual
Berdasarkan WIPO Hak atas Kekayaan Intelaktual dapat dibagi
menjadi dua bagian dalam 2 golongan besar, yaitu :
1) Hak Cipta
(copyrights)
Hak eksklusif yang diberikan negara bagi pencipta suatu karya
(misal karya seni untuk mengumumkan, memperbanyak, atau memberikan izin bagi
orang lain untuk memperbanyak ciptaanya tanpa mengurangi hak pencipta sendiri.
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak
yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan
sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur,
metode atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap. Hak Cipta adalah
hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya.
Termasuk ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan
sastra dan seni. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Hak Cipta adalah
hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(Pasal 1 ayat 1). Hak cipta diberikan terhadap ciptaan dalam ruang lingkup
bidang ilmu pengetahuan, kesenian, dan kesusasteraan. Hak cipta hanya diberikan
secara ekslusif kepada pencipta, yaitu “seorang atau beberapa orang secara
bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran,
imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalambentuk yang
khas dan bersifat pribadi”
2) Hak Kekayaan
Industri (industrial property rights)
Hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian,
terutama yang mengatur perlindungan hukum. Hak kekayaan industri ( industrial
property right ) berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris mengenai perlindungan Hak
Kekayaan Industri Tahun 1883 yang telah diamandemen pada tanggal 2 Oktober
1979, meliputi:
a. Paten
Paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada
inventor atas hasil invensinya dibidang teknologi, yang untuk selama waktu
tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan
persetujuannya kepadapihaklain untuk melaksanakannya (UU No 14 Tahun 2001
Tentang Paten). Hak Paten Adalah hak eksklusif yang diberikan negara bagi
pencipta di bidang teknologi. Yang untuk selamawaktu tertentu
melaksanakan sendiri ciptaanya tersebut atau memberikan persetujuannya
kepadapihak lain untuk melaksankannya
b. Merek
Merek adalah tanda yang berupa gambar,nama, kata, hurup-hurup,
angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalamkegiatan perdagangan barang atau jasa.
(UU no 15 Tahun 2001 tentang Merek. Merk dagang adalah hasil karya, atau
sekumpulan huruf, angka, atau gambar sebagai daya pembeda yang digunakan oleh
individu atau badan hukum dari keluaran pihak lain
c. Hak Design
Industri
Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi,
atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan
daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan
eksetis dan dapat diwujudkan dalampola tiga dimensi atau dua dimensi serta
dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau
kerajinan tangan. (Pasal 1 ayat 1 UU No 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri)
Hak desain industri, yakni perlindungan terhadap kreasi dua atau tiga dimensi yang
memiliki nilai estetis untuk suatu rancangan dan spesifikasi suatu proses
industry.
d. Hak Design
Tata Letak Sirkuit Terpadu (intergrated circuit).
Hak desain tata letak sirkuit terpadu ( integrated circuit ),
yakni perlindungan hak atas rancangan tata letak di dalam sirkuit
terpadu, yang merupakan komponen elektronik yang diminiaturisasi.
e. Rahasia
Dagang
Rahasia dagang, yang merupakan rahasia yang dimiliki oleh suatu
perusahaan atau individu dalam proses produksi
f. Varietas Tanaman
Varietas tanaman adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau
spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga,
buah, biji dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotype yang
dapat membedakan dari jenis yang sama atau spesies yang sama oleh sekurang-
kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami
perubahan. (Pasal 1 Ayat 3)
4. Sejarah Hak
Kekayaan Intelektual Indonesia
Secara historis,
peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun
1840-an. Pemerintah Kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama
mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda
mengundangkan UU Merek (1885), UU Paten (1910), dan UU Hak Cipta (1912).
Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi
anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun
1888 dan anggota Berne Convention for the Protection of Literary and Aristic
Works sejak tahun 1914.
Pada jaman
pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 s.d. 1945, semua peraturan perundang-
undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. Pada tanggal 17 Agustus 1945
bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam
ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan
kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU
Hak Cipta dan UU peningggalan Belanda tetap berlaku, namun tidak demikian
halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia.
Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan
paten dapat diajukan di kantor paten yang berada di Batavia (sekarang Jakart ),
namun pemeriksaan atas permohonan paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad
yang berada di Belanda.
Pada tahun 1953
Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat
peraturan nasional pertama yang mengatur tentang paten, yaitu Pengumuman
Menteri Kehakiman No. J.S. 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan semetara
permintaan paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G.
1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
Pada tanggal 11 Oktober 1961 pemerintah RI mengundangkan UU No. 21 tahun 1961
tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (UU Merek 1961) untuk menggantikan
UU Merek kolonial Belanda. UU Merek 1961 yang merupakan undang-undang Indonesia
pertama di bidang HKI. Berdasarkan pasal 24, UU No. 21 Th. 1961, yang
berbunyi "Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Merek 1961 dan
mulai berlaku satu bulan setelah undang-undang ini diundangkan".
Undang-undang tersebut mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU
Merek 1961 dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari barang-barang
tiruan/bajakan.
Saat ini, setiap tanggal
11 November yang merupakan tanggal berlakunya UU No. 21 tahun 1961 juga telah
ditetapkan sebagai Hari HKI Nasional. Pada tanggal 10 Mei1979 Indonesia
meratifikasi Konvensi Paris berdasarkan Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979.
Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena
Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan,yaitu
Pasal 1 s.d. 12, dan Pasal 28 ayat (1). Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah
mengesahkan UU No. 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta ( UU Hak Cipta 1982) untuk
menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta 1982
dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil
kebudayaan dibidang karya ilmu, seni dan sastra serta mempercepat pertumbuhan
kecerdasan kehidupan bangsa. Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era modern
sistem HKI di tanah air.
Pada tanggal 23
Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui
Keputusan No. 34/1986. Tugas utama Tim Keppres 34 adalah mencangkup
penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan peraturan
perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan
instansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas. Tim
Keppres 34 selanjutnya membuat sejumlah terobosan, antara lain dengan mengambil
inisiatif baru dalam menangani perdebatan nasional tentang perlunya
sistem paten di tanah air. Setelah Tim Keppres 34 merevisi kembali RUU Paten
yang telah diselesaikan pada tahun 1982, akhirnya pada tahun 1989 Pemerintah
mengesahkan UU Paten. Pada tanggal 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan
UU No. 7 tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 tahun 1982 tentang
Hak Cipta. Dalam penjelasan UU No. 7 tahun 1987 secara jelas dinyatakan bahwa
perubahan atas UU No. 12 tahun 1982 dilakukan karena semakin meningkatnya
pelanggaran hak cipta yang dapat membahayakan kehidupan sosial dan
menghancurkan kreativitas masyarakat. Menyusuli pengesahan UU No. 7 tahun 1987
Pemerintah Indonesia menandatangani sejumlah kesepakatan bilateral di bidang
hak cipta sebagai pelaksanaan dari UU tersebut.
Pada tahun 1988
berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 di tetapkan pembentukan Direktorat
Jendral Hak Cipta, Paten dan Merek (DJ HCPM) untuk mengambil alih fungsi dan
tugas Direktorat Paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II
dilingkungan Direktorat Jendral Hukum dan Perundang-undangan, Departemen
Kehakiman. Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU
tentang Paten, yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 tahun 1989 (UU Paten
1989) oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai
berlaku tanggal 1 Agustus 1991. Pengesahan UU Paten 1989 mengakhiri perdebatan
panjang tentang seberapa pentingnya sistem paten dan manfaatnya bagi bangsa
Indonesia. Sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan UU Paten 1989,
perangkat hukum di bidang paten diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum
dan mewujudkan suatu iklim yang lebih baik bagi kegiatan penemuan teknologi.
Hal ini disebabkan karena dalam pembangunan nasional secara umum dan
khususnya di sektor indusri, teknologi memiliki peranan sangat penting.
Pengesahan UU Paten 1989 juga dimaksudkan untuk menarik investasi asing dan
mempermudah masuknya teknologi ke dalam negeri.
Namun demikian,
ditegaskan pula bahwa upaya untuk mengembangkan sistem HKI, termasuk paten, di
Indonesia tidaklah semata-mata karena tekanan dunia internasional, namun juga
karena kebutuhan nasional untuk menciptakan suatu sistem perlindungan HKI yang
efektif. Pada tanggal 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 tahun
1992 tentang Merek (UU Merek 1992), yang mulai berlaku tanggal 1 April 1993. UU
Merek 1992 menggantikan UU Merek 1961. Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI
menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of
Multilateral Trade Negotiations , yang mencakup Agreement on Trade Related
Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS). Tiga tahun
kemudian, pada tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan
perundang-undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun
1982, UU Paten 1989, dan UU Merek 1992. Di penghujung tahun 2000,
disahkan tiga UU baru di bidang HKI, yaitu UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri dan UU No 32 Tahun 2000
tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Dalam upaya untuk
menyelaraskan semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI dengan
Persetujuan TRIPS, pada tahun 2001 Pemerintah Indonesia mengesahkan UU No. 14
tahun 2001 tentang Paten, dan UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek. Kedua UU ini
menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002
tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun
sejak diundangkannya
Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Kekayaan_intelektual
https://dgip.go.id
Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual Dalam Menghadapi
Era Globalisasi. Syafrinaldi. 2010. UIR Press. ISBN 979-8885-40-6
Djubaedillah. R,
Sejarah, Teori dan Praktek Hak Milik Intelektual di Indonesia, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2003
Harapan, M.
Yahya, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia berdasarkan
Undang Undang No. 19 Tahun 1992, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994.
Rizawanto Wanita,
Undang Undang Merek Baru 2001, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.
No comments:
Post a Comment