Saturday 30 April 2016

Hak Kekayaan Intelektual



1. Latar Belakang
Dalam kehidupan bernegara terdapat berbagai norma yang mengatur kehidupan agar terjadi keseimbangan dan keteraturan hidup. Ketika salah satu norma tersebut tidak dijalankan dengan benar maka akan berpotensi terjadinya hal yang tidak diinginkan. Ada beberapa norma yang tertulis, salah satunya adalah norma hukum.

2. Pengertian
Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.
Terdapat 3 jenis benda yang dapat dijadikan kekayaan atau hak milik, yaitu:
·      Benda bergerak, seperti emas, perak, kopi, teh, alat-alat elektronik, peralatan komunikasi, dan informasi dan sebagainya
·      Benda tidak bergerak, seperti tanah, rumah, pabrik
·      Benda tidak berwujud, seperti paten, merek, dan hak cipta

3. Prinsip-Prinsip Hak Kekayaan Intelektual
·      Prinsip Ekonomi
Prinsip ekonomi merupakan hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memeberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan
·      Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan merupakan di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemiliknya
·      Prinsip Kebudayaan
Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia
·      Prinsip Sosial
Prinsip sosial (mengatur kepentingan manusia sebagai warga negara), artinya hak yang diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan sehingga perlindungan diberikan bedasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat

Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual
Berdasarkan WIPO Hak atas Kekayaan Intelaktual dapat dibagi menjadi dua bagian dalam 2 golongan besar, yaitu :
1)      Hak Cipta (copyrights)
Hak eksklusif yang diberikan negara bagi pencipta suatu karya (misal karya seni untuk mengumumkan, memperbanyak, atau memberikan izin bagi orang lain untuk memperbanyak ciptaanya tanpa mengurangi hak pencipta sendiri. UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu  pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap. Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Termasuk ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan sastra dan seni. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan  perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 1 ayat 1). Hak cipta diberikan terhadap ciptaan dalam ruang lingkup bidang ilmu pengetahuan, kesenian, dan kesusasteraan. Hak cipta hanya diberikan secara ekslusif kepada pencipta, yaitu “seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalambentuk yang khas dan bersifat  pribadi”

2)      Hak Kekayaan Industri (industrial property rights)
Hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum. Hak kekayaan industri ( industrial property right ) berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris mengenai perlindungan Hak Kekayaan Industri Tahun 1883 yang telah diamandemen pada tanggal 2 Oktober 1979, meliputi:
a.    Paten
Paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya dibidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepadapihaklain untuk melaksanakannya (UU No 14 Tahun 2001 Tentang Paten). Hak Paten Adalah hak eksklusif yang diberikan negara bagi  pencipta di bidang teknologi. Yang untuk selamawaktu tertentu melaksanakan sendiri ciptaanya tersebut atau memberikan  persetujuannya kepadapihak lain untuk melaksankannya
b.    Merek
Merek adalah tanda yang berupa gambar,nama, kata, hurup-hurup, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalamkegiatan perdagangan barang atau jasa. (UU no 15 Tahun 2001 tentang Merek. Merk dagang adalah hasil karya, atau sekumpulan huruf, angka, atau gambar sebagai daya pembeda yang digunakan oleh individu atau badan hukum dari keluaran pihak lain
c.    Hak Design Industri
Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan eksetis dan dapat diwujudkan dalampola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. (Pasal 1 ayat 1 UU No 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri) Hak desain industri, yakni perlindungan terhadap kreasi dua atau tiga dimensi yang memiliki nilai estetis untuk suatu rancangan dan spesifikasi suatu proses industry.
d.    Hak Design Tata Letak Sirkuit Terpadu (intergrated circuit).
Hak desain tata letak sirkuit terpadu ( integrated circuit ), yakni  perlindungan hak atas rancangan tata letak di dalam sirkuit terpadu, yang merupakan komponen elektronik yang diminiaturisasi.
e.    Rahasia Dagang
Rahasia dagang, yang merupakan rahasia yang dimiliki oleh suatu  perusahaan atau individu dalam proses produksi
f.     Varietas Tanaman
Varietas tanaman adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotype yang dapat membedakan dari jenis yang sama atau spesies yang sama oleh sekurang- kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan. (Pasal 1 Ayat 3)

4. Sejarah Hak Kekayaan Intelektual Indonesia

Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840-an. Pemerintah Kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek (1885), UU Paten (1910), dan UU Hak Cipta (1912). Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888 dan anggota Berne Convention for the Protection of Literary and Aristic Works sejak tahun 1914.

Pada jaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 s.d. 1945, semua peraturan perundang- undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU peningggalan Belanda tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda,  permohonan paten dapat diajukan di kantor paten yang berada di Batavia (sekarang Jakart ), namun pemeriksaan atas permohonan paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda.

Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat  peraturan nasional pertama yang mengatur tentang paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.S. 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan semetara  permintaan paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G. 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri. Pada tanggal 11 Oktober 1961 pemerintah RI mengundangkan UU No. 21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (UU Merek 1961) untuk menggantikan UU Merek kolonial Belanda. UU Merek 1961 yang merupakan undang-undang Indonesia pertama di bidang HKI. Berdasarkan  pasal 24, UU No. 21 Th. 1961, yang berbunyi "Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Merek 1961 dan mulai berlaku satu bulan setelah undang-undang ini diundangkan". Undang-undang tersebut mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek 1961 dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan.

Saat ini, setiap tanggal 11 November yang merupakan tanggal berlakunya UU No. 21 tahun 1961 juga telah ditetapkan sebagai Hari HKI Nasional. Pada tanggal 10 Mei1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris berdasarkan Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan,yaitu Pasal 1 s.d. 12, dan Pasal 28 ayat (1). Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No. 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta ( UU Hak Cipta 1982) untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan dibidang karya ilmu, seni dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa. Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era modern sistem HKI di tanah air.

Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di  bidang HKI melalui Keputusan No. 34/1986. Tugas utama Tim Keppres 34 adalah mencangkup  penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan peraturan  perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan instansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas. Tim Keppres 34 selanjutnya membuat sejumlah terobosan, antara lain dengan mengambil inisiatif baru dalam menangani perdebatan nasional tentang  perlunya sistem paten di tanah air. Setelah Tim Keppres 34 merevisi kembali RUU Paten yang telah diselesaikan pada tahun 1982, akhirnya pada tahun 1989 Pemerintah mengesahkan UU Paten. Pada tanggal 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 7 tahun 1987 sebagai perubahan atas UU  No. 12 tahun 1982 tentang Hak Cipta. Dalam penjelasan UU No. 7 tahun 1987 secara jelas dinyatakan bahwa perubahan atas UU No. 12 tahun 1982 dilakukan karena semakin meningkatnya pelanggaran hak cipta yang dapat membahayakan kehidupan sosial dan menghancurkan kreativitas masyarakat. Menyusuli pengesahan UU No. 7 tahun 1987 Pemerintah Indonesia menandatangani sejumlah kesepakatan bilateral di bidang hak cipta sebagai  pelaksanaan dari UU tersebut.

Pada tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 di tetapkan pembentukan Direktorat Jendral Hak Cipta, Paten dan Merek (DJ HCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat Paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II dilingkungan Direktorat Jendral Hukum dan Perundang-undangan, Departemen Kehakiman. Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten, yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 tahun 1989 (UU Paten 1989) oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991. Pengesahan UU Paten 1989 mengakhiri perdebatan panjang tentang seberapa pentingnya sistem paten dan manfaatnya bagi bangsa Indonesia. Sebagaimana dinyatakan dalam  pertimbangan UU Paten 1989, perangkat hukum di bidang paten diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum dan mewujudkan suatu iklim yang lebih baik bagi kegiatan penemuan teknologi. Hal ini disebabkan karena dalam  pembangunan nasional secara umum dan khususnya di sektor indusri, teknologi memiliki peranan sangat penting. Pengesahan UU Paten 1989 juga dimaksudkan untuk menarik investasi asing dan mempermudah masuknya teknologi ke dalam negeri.

Namun demikian, ditegaskan pula bahwa upaya untuk mengembangkan sistem HKI, termasuk paten, di Indonesia tidaklah semata-mata karena tekanan dunia internasional, namun juga karena kebutuhan nasional untuk menciptakan suatu sistem perlindungan HKI yang efektif. Pada tanggal 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 tahun 1992 tentang Merek (UU Merek 1992), yang mulai berlaku tanggal 1 April 1993. UU Merek 1992 menggantikan UU Merek 1961. Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations , yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS). Tiga tahun kemudian, pada tahun 1997 Pemerintah RI merevisi  perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989, dan UU Merek 1992. Di  penghujung tahun 2000, disahkan tiga UU baru di bidang HKI, yaitu UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri dan UU No 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Dalam upaya untuk menyelaraskan semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI dengan Persetujuan TRIPS, pada tahun 2001 Pemerintah Indonesia mengesahkan UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten, dan UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek. Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak diundangkannya

Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Kekayaan_intelektual
https://dgip.go.id
Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual Dalam Menghadapi Era Globalisasi. Syafrinaldi. 2010. UIR Press. ISBN 979-8885-40-6
Djubaedillah. R, Sejarah, Teori dan Praktek Hak Milik Intelektual di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003
Harapan, M. Yahya, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia berdasarkan Undang Undang No. 19 Tahun 1992, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994.
Rizawanto Wanita, Undang Undang Merek Baru 2001, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.

No comments:

Post a Comment